Program KB secara formal merupakan wewenang BKKBN. Badan ini mengkoordinir seluruh upaya pengendalian fertilitas melalui sebuah system yang hirarkis dan mengikuti struktur administrasi negara. Dalam system pertanggungjawaban bertingkat ini, segala keputusan berada di tangan BKKBN Pusat dan ditindaklanjuti pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten untuk diimplementasikan di masyarakat. Lebih khusus lagi, realisasi program dipercayakan kepada petugas BKKBN di tingkat kecamatan, yaitu Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan pengawasnya yang disebut Pimpinan PLKB atau PPLKB. Mereka ditugasi untuk merealisasikan program KB dengan mengarahkan perilaku fertilitas masyarakat agar memenuhi target kebijakan nasional. Untuk mencapai tujuan ini para PLKB harus bekerja sama dengan institusi-institusi lain di tingkat kecamatan, sekaligus mencari dukungan dari berbagai organisasi yang bergerak di tingkat lokal.
Kerja sama antara tim PLKB dan tenaga puskesmas merupakan syarat utama untuk merealisasikan program KB. Di dalam pembagian kerja di antara PLKB dan staf puskesmas meliputi petugas PLKB merekrut akseptor-akseptor dan meberikan penyuluhan kepada mereka, sedangkan tenaga puskesmas memberikan bantuan medis. Meskipun terdapat kebijakan bahwa puskesmas juga bertugas melaksanakan program pendidikan KB, tetapi dalam prakteknya kegiatan ini jarang dilakukan dan puskesmas hanya berfungsi dalam melakukan semua tindakan teknis-medis.
PLKB mempunyai satu tujuan yaitu mengimplementasikan program KB dan pencapaian target akseptor menjadi lebih penting dibanding tujuan umum posyandu yaitu meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Di sisi lain, tenaga puskesmas lebih peduli terhadap kesehatan anak dan ibu hamil serta program KB hanyalah salah satu dari 17 program yang harus dilaksanakan dan belum tentu menduduki proiritas utama disbanding kegiatan yang lain. Akan tetapi, oleh karena staf puskesmas disubordinasikan pada PLKB dalam menerapkan program KB maka mereka harus mengikuti kemauannya meskipun seringkali hal itu berarti bahwa kegiatan-kegiatan kesehatan umum harus disisihkan. Akibatnya implementasi program Keluarga Berencana lebih memprioritaskan pencapaian target kependudukan daripada memprioritaskan kesehatan perempuan. Tenaga puskesmas merasa tidak bebas dalam mengatur dan menjalankan tugasnya serta merasa ditekan agar mengesampingkan kepeduliannya terhadap kondisi kesehatan ibu demi kepentingan tim PLKB yang berusaha meningkatkan jumlah akseptor.
Inti permasalahan di atas terjadi pada level community di mana terjadi permasalahan yang melibatkan 2 organisasi yaitu PLKB dan puskesmas. Teori yang dapat digunakan untuk melakukan perubahan perilaku berdasarkan leverl sasaran community ini adalah Organizational Change Theories dan Community Mobilization Theories. Namun, dalam permasalahan ini lebih diprioritaskan pada teori yang pertama, yaitu Organizational Change Theories. Hal ini didasarkan pada kurang adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antar organisasi-organisasi dalam merealisasikan program KB
more (……) <DOWNLOAD> selengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be honestly OK :D